Belom
pernah denger kan, ada kopi garam tanpa gula? Di daerah rumah gue ada yang jual
kopi tersebut. Jadi begini ceritanya. Malam hari, gue sama ke-3 temen gue
yaitu, Mukti (panggilannya Uno), Anjas (panggilannya Kuple), dan Tommy
(panggilannya Tompul) pergi kesuatu tempat untuk melihat acara “Stand Up
Comedy”. Gue melihat official Twitternya “open mic jam 19:00
WIB” gue yakin ini pasti ngaret, soalnya tau sendiri lah, orang kita kan kalo
ngaret nggak hanya 5 menit, ngaret 25 menit juga udah Alhamdulillah. Jadi gue
ke tempat acara itu sekitar jam 19:05 WIB dari rumah. Sampai di lokasi sudah
jam 19:30 WIB, gue cek lokasinya, dan ternyata benar. Namun gue melihat ke
dalam, ternyata nggak ada orang “eh Rik mana, kata lu disini ada Stand Up
Comedy” kata Kuple yang penasaran “yah mana gue tau Ple, ini gue juga baru
pertama kali kesini” jawab gue sambil liat Twitter. Gue dan temen gue emang
anak nekat, tanpa ada persiapan apa-apa kita langsung berangkat ke tempat
tersebut, untung aja sih jaraknya deket, lah kalo jauh gimana? Terus kalo udah
sampai lokasi mau nanya sama siapa? Apa gue nanya ke tukang roti “bang, katanya
disini ada SUC (Stand Up Comedy) ya?” lalu tukang rotinya jawab “hah, SUC?
Nggak ada de, adanya coklat, nanas, kelapa, sama keju, ade mau beli yang mana?”
#hening.
Gue sering nonton SUC
itu di tipi. Tapi gue belom pernah sama sekali nonton SUC secara live, gue nggak tau sih bedanya apa
nonton di tipi dengan nonton secara live.
Tapi nggak apa-apa lah, namanya juga anak kos-kosan #ApaHubungannya.
Lanjut ke masalah tidak
ada orang. Jadi ceritanya pas sampai disana, gue berfikir “apakah acaranya
belom dimulai?” atau “apakah acaranya sudah selesai?” namun, daripada
penasaran, gue jalan-jalan ke sekitar tempat, sekalian jalan-jalan dan
memastikan acara tersebut sudah dimulai atau sudah selesai. Kita jalan
mengelilingi kawasan yang banyak tempat makan, mulai dari makanan Indonesia,
Jepang, Korea, China, ada semua. Setelah kita mengelilingi semua tempat
makanan, akhirnya kita berakhir di warung makan nasi goreng Jawa. Cinta Indonesia
coy!!! Kita makan disini, dengan alasan gue pikir si Tompul mau terakhir gue,
karna beberapa hari yang lalu, dia abis ulang tahun. Gue memesan yang
mahal-mahal, slow... kan dibayarin ini, “shinpai
shinaide” (nggak usah khawatir) dalam hati gue. Setelah makanannya datang,
gue makan selahap-lahapnya, ya.. seperti orang yang baru makan masakan
Indonesia gitu lah. Makanan yang gue makan pun habis, gue ada niat untuk nambah,
karna masih laper. Namun karna gue masih mempunyai jiwa kemanusiaan yang adil
dan beradab, akhirnya gue nggak minta nambah. Setelah si Tompul minta bill (tanda pembayaran), dia cuma bayar
pas, dalam hati gue berteriak “wooyyy... yang bayar makanan gue ini SIAPAAAA?”
kata tompul “eh Rik, mana duitnya?” ini bener-bener kejadian tersial buat gue,
lain kali kalo ada acara yang ulang tahun, terus diajak ketempat makan,
sebaiknya gue makan sesuai duit yang gue bawa aja, karna untuk jaga-jaga kalo
dia cuma NGAJAK doang, bukan TERAKTIR. Dan dengan rayuan ala Riky Chan, akhirnya
si Kuple mau dipinjem duitnya untuk bayarin makanan gue. Aaaa...yokatta (aaaa... syukurlah)
Setelah kita
meremajakan perut. Kita ber-3 (gue, Kuple, dan Tompul) sebelumnya si Uno udah
pulang duluan, karna ada sesuatu kegiatan yang nggak bisa ditinggal. Gue
mengusulkan untuk ke tempat acara tersebut lagi, dan ternpat tersebut masing
kosong bro. Buset dah ini sebenernya gue salah planet apa salah alamat ya? Gue
pun memeriksan akun twitternya, ternyata nggak update-update tentang acaranya.
Gue pun masih penasaran dengan acara SUC, akhirnya gue nekat untuk jalan-jalan
ke sekitar lagi. Setelah gue melihat jam, dan ternyata udah jam 20:15 WIB. Tempat
tersebut baru mempersiapkan alat-alat seperti sound, mic, dll. Dan akhirnya gue ber-3 pun masuk ke dalam tempat
tersebut. Hari ini gue berasa dikelilingi orang-orang gaul. Nggak apa-apa lah
pengalaman dikelilingi orang yang gaul, bosen juga kalo setiap hari selalu
dikelilingi laler gaul.
Kita ber-3 duduk di
deket pintu masuk, untuk jaga-jaga kalo si Kuple mabok, karna dikelilingi anak
gaul. Pelayan pun datang menuju tempat duduk kita. Gue liat-liat sih tempat
menunya beda, kayak balok persegi panjang yang diisi dengan tulisan menu-menu
makanan dan minuman yang lagi ngetren di kalangan anak muda. Gue melihat daftar
harga, ternyata hampir tidak ada yang dibawah Rp.10.000, namun gue melihat 1
menu yang harganya masih dibawah Rp.10.000, yaitu expresso. Yap. Gue nggak begitu tau minuman expresso ini seperti apa, namun harganya terjangkau, hanya
Rp.9.500. Jadi gue sama Kuple memesan minuman ini, dan si Tompul memesan susu
coklat blender. Pelayannya pun menulis pesanan kita. Gue memperhatikan pelayan
tersebut, sepertinya dia pelayan baru di cafe ini. Karna dengan tatapannya yang
agak malu-malu dan kaki di rapatkan seperti layaknya baris-berbaris.
Setelah pelayannya
pergi untuk membuat pesanan kita, gue, Kuple, dan Tompul ngobrol dengan
asiknya, gue melihat sekeliling, semua pada ngeliatin kita. Apakah ini bertanda
bahwa kita nanti akan dijadikan seperti mas-mas pelayan yang baru tadi, dan
kita menulis pesanan anak-anak gaul dengan kaki di rapatkan seperti layaknya
baris-berbaris? Ok gue ber-3 tetap di tempat apapun itu yang terjadi. Karna
fokus kita ber-3 itu untuk menonton SUC secara live.
30 menit berlalu.
Mas-mas pelayan baru itu datang membawa pesanan kita. Gue melihat dari
kejauhan, mas-mas itu membawa 2 cangkir kecil dan 1 gelas besar.
“iya, ini es coklat
blendernya” kata mas-mas pelayan sambil mengangkat gelas yang
besar.
Disini gue terlihat kasihan dengan mas-mas pelayan tersebut,
karna gelas yang diangkatnya itu berukuran besar, sehingga dia tidak kuat untuk
mengangkatnya dengan satu tangan, gue ingin membantu, tapi otomatis gue
memegang tangan mas-masnya kan, yang gue khawatirkan jika mas-masnya bilang
“makasih ya say, muaacchh...”.
“mas
2 cangkirnya aja dulu yang ditaro” kata gue
“oh
iya yah, bener juga” jawab mas-masnya
Akhirnya mas-mas tersebut menaro 2 cangkir kecil, ya
kira-kira seukuran telunjuk orang dewasa mungkin. Dan untuk gelas besarnya, gue
mending mengambil sendiri gelasnya, gue takut kalo mas-masnya nanti dapat
masalah untuk hari pertama dia bekerja. Ganbatte
(berjuang) mas-mas pelayan yang berdiri dengan kaki rapat. Setelah pesanan
kita datang. Gue melihat isi cangkir yang gue pesan ini.
“hahaha. . .itu kopi,
apa minuman burung?” kata Tompul sambil ketawa
Buset dah, setelah gue mendengar kata seperti itu,
gue bagaikan burung yang ingin begadang, lalu mampir ke cafe untuk membeli
secangkir kopi dengan porsi burung.
Ini gue foto dengan
jarak terdekat. Cangkir sama sendok kecilnya aja masih tinggian sendok
kecilnya. Dari tampilan sih gue rasa ini kopi rasanya enak. Setelah gue
aduk-aduk, lalu dengan rasa penasaran akan rasa dari kopi ini, akhirnya gue
memberanikan diri untuk menyeruput kopi tersebut. “srruuuuttttttt...” gue
menyeruput. Dan rasanya BUSYYEETT PAIT
BANGET!!!
“hahaha... lagian nekat mesen gituan, expresso kan kopi item” kata temen gue
sambil ngakak bahagia, melihat anak burung yang abis nelen kopi garam tanpa
gula.
Gue hanya bisa meratapi
apa yang gue beli ini. Karna gue mengerti betul apa arti mubazir, jadi gue harus menghabiskan minuman yang diberi julukan
kopi garam tanpa gula ini. Gue ber-3 ngobrol tentang kopi ini, dari bentuknya
yang kecil, hitamnya yang pekat, juga paitnya yang membahana. Mungkin
orang-orang sekitar menganggap kita itu adalah segrombolan 3 manusia homo yang
ingin begadang di cafe kopi dengan
harapan mendapatkan cabe-cabean. #lupakan
Disini gue mendapatkan pelajaran, bahwa, kalo kita nggak
tau itu harus bertanya. Seperti kata pepatah “malu bertanya, sesat dijalan”.
Masih mending ini salah memesan kopi, bagaimana nanti jika kita tidak tau cara
memakai tempat pipis berdiri yang pakai sensor itu untuk mengeluarkan airnya.
Kan kalo nggak tau, nanti dia nanya sama mas-mas penjaga WCnya “mas boleh
pinjem kartu WCnya nggak?” #hening
0 komentar:
Posting Komentar