Gue hari ini mau ke Jawa Timur , yaitu
pergi ke rumah nyokap dari nyokapnya (atau nenek) gue untuk acara pulang
kampung mendadak, bokap gue ada kerjaan disana, jadi gue ikut aja, itung-itung
ngerasain libur di waktu masih sibuk-sibuknya sekolah, apalagi kita menuju Jawa
Timur dengan menggunakan kereta, gue makin seneng mendengar kata kereta dari
nyokap maupun bokap gue, karena gue udah lama nggak naik kereta ke Jawa,
biasanya gue kalo ke Jawa naik mobil pribadi, nah sekarang masih bisa ngerasain
lagi ke Jawa naik kereta.
Pagi hari gue bangun dengan rasa gembira, lalu langsung buka
laptop dan online, gue menulis status
di Facebook gue “selamat tinggal Jakarta, aku pasti akan kembali ke Jakarta
dengan tangan kosong, karena oleh-olehnya udah dimakan di kereta” setelah gue
memprediksikan nggak buka Facebook selama 1 minggu, karena HP gue nggak bisa
dipake buat Facebook maupun Twitter (cie elah Twitter), siang hari gue langsung
menuju stasiun. Dari rumah gue naik motor, lalu langsung disambung dengan naik
angkot, sesampai di stasiun Sudimara gue merasa diri gue kaya gorilla pulang
kampung, bawa 2 tas, pakaian ketat, muka berantakan, pas banget kan? Di stasiun gue ketemu sama temen SMK gue yang namanya Bella
“Riky, mau kemana?” tanya dia yang
bingung ada gorilla ke stasiun
“pulang kampung” Jawab gue dikit tapi
bermakna banyak
“ooo... “ jawab dia dikit tapi nggak
bermakna
Gue duduk di paling ujung peron dengan 2 tas gue yang super
duper berat, gue nungguin nyokap dan bokap ke stasiun, gue nunggu sambil baca
novelnya bang Dika yang Cinta Brontosaurus, lagi asik-asiknya baca ada suara
yang entah dari mana asalnya “Rik mau kemana lu?” gue yang
celengak-celenguk mencari suara yang nanya gue mau kemana, gue tengok ke kanan
dan ke kiri, gue cari di tas, gue cari di boxer, dan pookk... ternyata itu si
Mail temen SMP gue.
“mau kemana lu Rik?” tanya dia dengan santai
“pulkam” jawab gue
yang juga santai
“lu sekarang sekolah dimana?”
tanya dia lagi dengan gaya sok cool dan udah ngincer gue dari tadi untuk jadi
korban homo
“BI” jawab gue polos
“Oh yaudah” jawab
dia sambil jalan dan dadah ke gue.
Nggak lama kemudian
bonyok (bokap dan nyokap) gue udah dateng, gue nunggu kereta dan ade sodara gue
nggak mau pulang ke rumah karena dia mau naik kereta juga, maklum lah anak
kecil, tapi sepupu gue mau pergi, yaudah setelah diboongin dengan mau beli
karcis dulu, akhirnya dia mau pulang juga. #likethis
Tak lama kemudian kereta pun
datang juga, gue langsung naik dan menuju stasiun Tanah Abang, setelah sampai
disana, nyokap mau naik bajaj untuk melanjutkan perjalanan menuju stasiun Pasar
Senen, nyokap gue memilih untuk naik bajaj yang bahan bakarnya gas (BBG)
setelah naik, gue begitu merasakan getaran bajajnya, bagaikan dipijet di pantai
dengan getaran dari bajaj tersebut, selama di bajaj gue merasakan kangen dengan
naik bajaj, terakhir gue naik bajaj udah 1 tahun yang lalu, gue begitu kangen
dengan bajaj hingga gue ingin mengabadikan gue naik bajaj, gue foto dibelakang
supir dengan gaya remaja cupu plus alay, nyokap gue pun setia foto gue dengan
gaya seperti itu, setelah 30 menit berlalu akhirnya sampailah di stasiun Pasar
Senen. Gue sampai di stasiun sekitar pukul 12:30 WIB dan keretanya berangkat
pukul 15:30, buset lama amat. Berarti gue harus bengong di stasiun dengan bokap
nyokap selama 3 jam, dengan waktu yang selama itu gue habiskan dengan
mendengarkan lagu K-ON (band dari
Jepang).
Nggak kerasa udah 3 jam berlalu kereta pun datang dari arah
barat dan sudah menunggu di peron 1. Gue naik dengan santai ke kereta, karena
gue udah tau pasti kalo kereta jarak jauh berangkatnya lama kira-kira bisa
setengah jam baru berangkat. Di dalam
kereta suasana sangatlah panas, angin bagaikan terhirup semua sama nyokap yang
badanya lumayan menampung angin 5 kg per setengah jam, gue keluar aja dari
kereta untuk mencari angin segar, yang gue dapet malah angin kentut dari orang
yang duduk jauh dari gue, walaupun jauh tapi baunya kaya terasi gosong. Setelah
nyari angin selama setengah jam, kereta pun ingin diberangkatkan dari stasiun
yang bau terasi gosong itu.
5 menit berlalu dan
gue baru berangkat dari stasiun Pasar Senen, namun gue udah kangen sama kucing
dan laptop gue, mungkin aja kucing sama laptop gue disana bisa kangen sama gue
(ngarep euy...). Selama gue di kereta, gue cuma
bisa diem aja, karena di kereta masih terkena panasnya Jakarta dan masih bau
asap polusi kendaraan-kendaraan mobil, motor, hingga becak (hah becak?)
Akhirnya selma 13 jam udah gue laluin dengan tidur dibawah
bangku, kaki gue keinjek tukang-tukang yang jualan di kereta sampai kaki gue
harus di infus gara-gara diinjek kaki tukang kopi yang gedenya kaya gajah. Gue
sampai di stasiun Nganjuk dan menunggu Mbah gue jemput kita di stasiun jam 4
pagi. Gue langsung menuju ke rumah Mbah gue, selama diperjalanan gue merasakan
hawa dingin, saat-saat ingin sunrise
(matahari tebit). Ketika sampai rumah, gue langsung nonton tipi dan gue
langsung ngorok di depan tipi.
Di nganjuk gue
kembali menjadi anak pedesaan, yang sekeliling rumah gue adalah sawah yang
hijau dan indah, kekangenan gue terghadap kampung sangatlah tinggi, mulai dari
orangnya ramah-ramah, jarang ada polusi, melihat petani menanam padi, dan suara
air sungai yang mengalir dengan tenang. Selama di Nganjuk gue bantu Mbah gue untuk
menanam padi, juga menikmati makanan khas Nganjuk, yaitu Rawon.
Setelah gue berlibur selama 5 hari di Nganjuk. Sekarang gue
menuju Jogja, dengan kereta lagi, tapinya? namun, kata nyokap ini kereta
ekonomi yang parah penuhnya, bayangin dari Nganjuk ke Jogja perjalanan selama 4
setengah jam, di pejalanan cuma bisa berdiri sama ngupil doang. Setelah beli
karcis dan salaman sama Mbah gue, akhirnya kereta pun datang juga, gue melihat
seisi gerbong, gerbong pertama dan terakhir disengajakan kosong agar jika terjadi
musibah, si penumpang tidak terlalu kena musibah, karena ada penahan di depan
dan di belakang? (ngerti nggak? Gue aja yang nulis juga puyeng) tapi gue salut
dengan Ketua K.A (kereta api) memikirkan hal yang bagus seperti itu sebelum
terjadinya musibah makin mewabah di Indonesia ini. Lanjut ke gerbong, gue
melihat gerbong dari depan hingga belakang dan isinya penuh semua, kaya kereta
ekonomi di Jakarta yang penuhnya bagaikan semut yang berkeliaran di kereta yang
dilumuri gula, gue masuk kereta dan perkiraan gue pun bener juga, gue akan
mengalami berdiri dalam jangka yang begitu llaammaa.. Tapi setelah 20 menit
berdiri, bokap manggil gue, karena jarak kita jauh, bokap gue di gerbong 3, gue
di gerbong 2, jadi kita menggunakan bahasa isyarat aja, tapi untung aja gue
ngerti bahasa isyarat bokap gue, kalo bahasa isyarat orang yang sedang sakit,
atau sudah lansia, gue susah mencerna bahasa isyarat yang dimaksud si orang
sakit atau si lansia itu, karena gue orangnya lola (loading
lama) orang ngomongin apa, 2 menit kemudian gue baru ngerti apa yang diomongin.
Mungkin gue nggak suka makan ikan ataupun seafood
jadi memory gue lelet untuk menangkap
pembicaraan orang lain. Dengan bahasa isyarat tadi, bokap nyuruh gue ketempat
dia yang sedang duduk dengan beralas tas dan kardus berisi jamu.
Gue jalan menuju bokap gue, lalu sampai disana gue duduk
dengan usaha gue sendiri walaupun gue udah mengalami 20 menit berdiri dengan
kaki gue diinjek, kena bau ketek kuli, terus kegencet orang gendut, dsb. Pokoknya
parah deh, nggak lagi-lagi gue naik kereta yang berkelas ekonomi (kecuali
kepepet) hihihi...
Gue disuruh duduk di tas sama
bokap gue dan bokap gue rela berdiri demi anaknya bisa duduk, aduh gue merasa
nggak enak sama bokap gue, bokap gue udah memberikan kebaikan yang begitu
berharga bagi gue dan gue sering nggak bantu dia kalo lagi kerja renovasi rumah
gue, gue cuma bisa makan, tidur, boker doang dirumah. Gue harus berusaha agar
gue bisa bahagian orang tua gue yang udah ngebesarin gue dan juga gue harus
bikin surprise buat orang tua gue,
berjuanglah Riky, jadilah Riky yang baru dengan arti lebih baik, ramah, dan
rajin menabung walaupun duit tabungan gue sering diambil nyokap.
Di kereta ini gue dulu punya kenangan, kenangannya adalah
dimana saat gue duduk disebelah orang homo, terus ngelihat orang kerasukan jin
baik, dan masih banyak lagi. Baik
pertama gue ceritain tentang orang yang kerasukan jin. Jadi pas gue lagi duduk
di tas, gue melihat ada anak muda pakai baju koko, peci, sarung, dan sorban
yang mengikat di kepalanya, gue kira ini orang kenapa? Pas gue lagi pengen
tidur, supaya nggak ngerasain diinjek-injek orang, dikuping gue terdengarlah
suara orang ceramah, gue mencari celingak-celinguk kesana-kemari untuk mencari
tau darimana gerangan suara itu. Setelah
gue melihat ke arah kamar mandi pas didepan muka gue, ternyata yang ceramah itu
si pemuda tadi, dia ceramah tentang Nabi, kenikmatan, dan Indonesia.
“Merah darah ku, putih tulangku, aku akan selalu berjuang
demi Indonesia” kata dia setelah gue nguping.
Semua muka tertuju padanya, karena mereka mengira ini orang
gila, tapi bagi gue ini orang kasihan, gue bingung ini dia kerasukan jin baik
apa kerasukan Ustad? Pas gue liatin terus ini orang
“saya punya uang, tapi saya lapar, apa ya yang saya lakukan?” kata dia dengan
suara sangat pelan, gue bingung ini orang udah mulai gila, stres, apa emang
begitu sifatnya. Selama 10 menit berfikir duit itu buat apa, akhirnya dia
ngidam buah, dia nyari buah yang dia inginkan, dan dia membeli 3 buah, yaitu
buah melon, pepaya, dan nanas. Ketika
dia makan 3 buah itu dengan 1 gigitan, dia bilang “buah ini beda warna, dan
juga beda rasa” gue udah mulai ngerasa kalo ini orang emang sifatnya begini tapi
siapa tau? hanya Tuhan yang tau. Gue sudah
sampai di stasiun Madiun dan datanglah seorang pria memakai baju cream, celana
hitam, dan memakai tas kecil yang datang menuju ke gue, dan dia pun tanpa
basa-basi nanya nama gue? “turun dimana?” itu memang pertanyaan biasa saat
ketemu di kereta, namun ini yang nggak biasa, karena di kereta sedang keadaan
penuh dan padat, dia pun jongkok dan tangan kanannya memegang paha gue, gue
langsung ambil sikap agar dia tidak bisa membuat tangannya meraba ke atas paha
gue, tapi setiap semenit tangan si pria ini malah makin ke atas dan mau menuju
anu gue, gue langsung ubah posisi gue sebelum gue kena virus H0M0, tapi dia pun
nggak bisa dihalangi hanya dengan gue memindahkan posisi, dia masih memegang
paha gue kembali dengan tangan kanannya, sungguh terlalu ini pria.
Selama
setengah jam paha gue dipegangin dan gue udah banyak berganti posisi untuk
mencegah dia memegang senjata permanen (sebut aja anu) gue dan gue pun langsung
ambil posisi tidur dengan bungkuk, namun cara itu untuk menghalangi dia memegang
anu gue lagi, tapi tanpa gue sadari, di anu gue udah ada tangan dia ohh tidaakk..
Kenapa aku bersebelahan dengan pria homo ini, sekarang gue resmi udah terkena
virus H0M0 dan virus mengganaskan ini harus gue hilanggkan bagaimanapun
caranya, yang penting gue nggak mau jadi manusia yang terkena virus H0M0 hanya karna
gue kurang fokus untuk mempertahankan anu gue ini.
Sebentar lagi gue udah turun di stasiun, lalu setelah ke
stasiun bokap nyokap menrencanakan untuk mampir Malioboro (tempat wisata di
Jogja) terlebih dahulu untuk membeli oleh-oleh khas Jogja. Setelah turun di stasiun, bokap, nyokap,
dan gue bingung untuk mencari kendaaran untuk sampai ke Malioboro, tapi dengan
cepatnya otak gue memproses pemikiran untuk memecahkan masalah ini, gue
langsung bilang “bagaimana kalo kita naik BECAK?” bokap dan nyokap diem,
kayanya mereka mengira ini anaknya siapa sih? udah pakaiannya ketat banget kaya
lemper angus, rambutnya cepak kaya jambul ayam. Dan akhirnya becaklah sebagai jawaban perjalan kita
ini, sekarang kita mau nyari andong dulu, setelah kita jalan kedepan, kita
nggak nemu kuda yang narik gerobak (andong), malah kita menemukan orang narik
gerobak (tukang sayur keliling), karena gue ngeliat si tukang sayur, gue jadi
teringat detik-detik gue jatuh ke got gara-gara tukang sayur keliling, tapi gue
mencoba untuk melupakan hal yang tidak manusiawi itu.
Kembali ke perjalanan. Setelah nyokap dan bokap menyerah
untuk mencari andong, akhirnya bokap dan nyokap memakai jawaban anak yang
seperti lemper angus ini, tanpa basa-basi nyokap langsung tanya tukang becak
yang ada di depannya itu.
“mas meriki numpak
becak tekan Malioboro pinten mas? (mas, ini naik becak sampai ke Malioboro,
berapa mas?)” tanya nyokap gue dengan menggunakan bahasa Jawa
“oh... 25 ae pie Mbak? (25 aja, gimana mbak?)” jawab si
tukang dengan bahasa Jawa lagi
“mmm... mahal amat bang?” jawab nyokap dengan kode ingin
menawar
“yo wes... 25 loro becak, piye mbak? (yaudah,
25, 2 becak, gimana mbak?)” tawaran si tukang becak
“yo wes lah... (yaudah
lah)” jawab nyokap yang nyerah untuk menawar si tukang becak.
Yasudah dengan sepakatnya makhluk dari 2 pihak ini yang telah
adu nawar-nawar dan nyokap gue kalah di tawaran 25 ribu untuk 2 becak, kita pun
langsung berangkat, gue duduk sendiri dengan ditemani tas berat gue, yang
berisi makanan, minuman, baju kotor, handuk basah (ngapain bawa handuk basah?)
dan lain-lain. Di perjalanan sebenernya gue pengen foto-foto, tapi gue malu
nanti gue di sangka orang-orang ada orang botak naik becak, kan gue jadi malu
(emang punya malu?).
Setelah 10 menit berlalu. Akhirnya kita sampai di gang
Malioboro, lalu langsung jalan menuju mall Malioboro, gue melihat isi dari mall
Malioboro, ternyata terdapat banyak bule, disini bule, disana bule. Berhubung
perut gue udah nggak bisa diajak kompromi, nyokap memutuskan sekarang saatnya
kita nyari makan dan akhirnya nyokap berhenti di restoran Jepang. Gue langsung
mesen makanan, lalu ketika makananannya datang, gue makan dengan lahap (maklum gue punya 5 perut). Setelah makan
puas, gue langsung sambung dengan mencari oleh-oleh buat temen-temen gue di
Jakarta seperti nasi uduk Jawa, soto Betawi Jawa, kerak Telor Jawa (itu mah di
Jakarta banyak).
Setelah belanja bareng nyokap dan akhirnya hasil total duit
yang gue keluarin adalah 100.000. Lumayan juga lah, dalam waktu 30 menit gue
bisa ngabisin duit segitu, tapi yang penting temen-temen disana udah nunggu
oleh-oleh yang gue bawain untuk mereka dan semoga aja mereka jadi tambah keren
dengan gue kasih pernak-pernik dari Jogja ini, Amin.
Hari sudah semakin sore, saatnya gue, nyokap, dan bokap
untuk pulang ke rumah Jogja, kita mikir lagi, untuk pulang kita naik apa? Bokap
mengusulkan kita naik andong lalu naik bus mini. Akhirnya nyokap dan gue pun
setuju aja, yang penting nyampe rumah. Apapun kendalanya, jangan naik kereta
lagi, soalya gue udah nyerah digodain pria homo. Selama di bus gue hanya duduk
sambil baca novel Cinta Brontosaurus, saat penumpang lagi rame, mungkin mereka
pada menyangka ada pria homo pulang kampung sambil baca novel Raditya Dika.
#lupakan
Dan sampailah gue dirumah tercinta yang ada di Jogja ini,
gue begitu senang berada disini, walaupun hanya beberapa hari disini, tapi gue
seneng, karena pemandangannya itu loh yang paling nggak bisa gue lupain, yaitu
: KUBURAN. Walaupun pemandangan depan rumah gue kuburan, tapi gue nggak begitu
takut untuk tinggal di rumah ini, karena rumah gue dengan rumah tetangga
jaraknya berdekattan, jadi kalo teriak maling, setan, dan semacamnya warga pada
bangun semua dan langsung menolong kita.
Selama di rumah Jogja gue merasa senang walaupun gue nggak main
sama temen-temen gue disana dan gue cuma menghabiskan waktu di rumah sambil
baca novel juga dengerin lagu, itu pun cukup untuk menghabiskan waktu dari pagi
hingga ke pagi lagi.
Detik-detik kepulangan gue ke Jakarta ini, gue habiskan
dengan tidur, tidur, dan nggak nafas. Akhirnya waktu pun udah menunjukan waktu
pukul 16:00, saatnya gu menuju ke stasiun Wates untuk nunggu kereta disana,
yang pertama diantar ke stasiun adalah gue. Selama perjalanan, motor yang gue
naikkin ini sangat lama, lambat, dan loyo (3L), mungkin motornya yang udah
kemakan usia, atau orangnya yang udah kemakan usia? Gue nggak tau.
Sesampai di stasiun gue nunggu, dan sambil menunggu, gue
baca novel lagi, pokonya hidup gue nggak jauh dari novel dan musik, sehingga
gue pun buat motto gue sendiri yaitu : “no
music and novel = dead”. Lagi
enak-enaknya gue baca, nyokap dan bokap pun dateng dan langsung nawarin gue
makan bakso yang ada di sebelah stasiun, gue mesen satu, dan mesen minum air
putih, gue makan dengan santai dan orang yang duduk di depan gue mengira ada
wayang kulit lagi nikmatin bakso.
Selama gue nunggu 20 menit dan akhirnya datanglah kereta
dari arah kanan gue, dengan bersuara jes...jes... jes...jes... Seperti kata ade
sodara gue yang berumur 3 tahun kalo mau bilang kereta itu “jes-jes”. Gue
dengan santai langsung naik kereta ini, setelah gue ketahui, gue naik kereta
EKONOMI lagi, dan gue pun juga memprediksikan pasti ini kereta akan penuh dan
padet seperti yang kemarin. Setelah ngelewatin 2 hingga 4 stasiun, kereta ini
pun udah diserbu dengan para penumpang, dan gue pun udah pengen keluar aja dari
kereta, lalu gue jalan di atas kereta dengan tujuan mau ke lokomotif bersama
masinis-masinis, agar gue terhindar dari kereta yang penuh ini.
Selama perjalanan gue ngeliatin
arah jam 2, dan disitu ada cewek berkerudung sedang melihat ke luar kaca, mata
gue pun gue tertuju padanya, tapi sayang gue sama dia dibatasi dengan jarak
sejauh 5 meter dan juga orang-orang yang duduk di depannya, seandainya dia
duduk di depan gue, mungkin gue ajak dia kenalan, minta nomor HP, dan juga gue
ajak dia nge-date di kereta makan. Gue
punya kata yang perlu di garis bawahi yaitu : “nggak
mungkin”. Walaupun itu nggak mungkin
terjadi tetapi ngeliat mukanya aja gue udah seneng.
Di malam harinya penghuni kereta pada tidur, gue ngeliat
cewek itu, ternyata dia belom tidur, dan gue pun ngantuk, tapi gue nggak mau
tidur, karena kalo gue tidur nanti dia ngeliat goa mulut gue yang gede banget
(sebut aja mangap). Tapi gue nggak bisa kalo tidur
nyenyak dalam keadaan duduk, rame, panas, dan sempit, gue itu kalo tidur nggak
bisa di ganggu gugat, pokonya setiap gue tidur dengan nyenyak harus ada yang
namanya
-
kipas
-
bantal
-
selimut
hanya itu peralatan kalo gue
bisa tidur nyenyak, kalo nggak ada, ya gue mending begadang aja sama
nyamuk-nyamuk. Dengan berat hati gue paksain
untuk tidur, karena gue besoknya sekolah, dan ini kereta nyampenya pagi, jadi
setelah nyampe, gue cuma bisa istirahat sebentar, lalu siangnya sekolah parah
kan?
Gue pun tidur dengan mulut gue
paksain untuk mingkem, mata gue kebuka dikit untuk melihat apakah si cewek
ngeliatin gue tidur atau nggak, tapi kayanya dia nggak liatin gue (KASIAN DEH
LO ), yaudah gue lanjutin tidur gue aja. Bangun
tidur nggak taunya udah jam 2 pagi aja, emang nggak kerasa kalo tidur di
kereta, karena getaranya yang bikin nggak kerasa. Setelah bangun, gue
memutuskan untuk melek hingga di stasiun Jati Negara, kata bokap gue stasiun
Jati Negara tinggal 2 jam lagi, yaudah nggak apa-apa, yang penting gue cepet
nyampe, terus sekolah.
2 jam pun udah gue lalui dengan melihat keluar kaca yang
hanya ada warna hitam dan lampu-lampu yang menerangi rumah. Gue turun dari
kereta dan langsung nyari taksi, gue berjalan ke depan sebentar, bokap langsung
nyewa taksi. Selama perjalanan pulang ke rumah gue dengan taksi, gue pakai
dengan molor lagi.
Nggak kerasa perjalanan 1 jam gue tempuh, akhirnya sampai
juga dirumah tercinta gue di Jakarta. Dan gue masih teringat pada cewek yang di
kereta kemarin.
0 komentar:
Posting Komentar